
Usai Ishlah PPP Harus Bangkit Dengan Kemandirian
Oleh: M. Harun*)
Cerita di Balik Islah PPP, Ada ‘Orang Baik’ yang Persatukan Mardiono dan Agus Suparmanto sebagai judul berita dari Tribunnews.com pada Selasa ( 7/10/2025).
Dengan judul diatas saya tertarik untuk menuangkan pikiran bagi partai berlambang Ka’ bah ini. Karena partai ini bagi saya memiliki jejak sejarah panjang sejak era orde baru hingga saat ini yang populer dengan partai Islam legendaris. Sehingga eksistensinya perlu kita jaga, kita rawat dan kita luruskan supaya kembali ke khittah awal berdirinya.
Munculnya dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memang harus dikubur jika PPP ingin menjadi partai pemenang pada 2029. Hentikan Kebiasaan berkonflik dan sudah seharusnya diakhiri setelah ishlah ( perdamaian) Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto tercapai.
Dinamika kompetisi dalam setiap partai memang perlu ada untuk membangkitkan gairah dan semangat berpartai namun perlu diingat bahwa mengedepankan jiwa korsa yang kuat itu harus diutamakan serta harus melepaskan diri dari egoisme pribadi hanya untuk kepentingan sesaat. Hal ini tentu menjadi modal dasar bagi terwujudnya persatuan dengan menghindari konflik berkepanjangan.
Angin ishlah yang di mediasi oleh Menteri Hukum tersebut harus dijaga dan dipelihara untuk konsolidasi partai menuju 2029. Lupakan perbedaan yang selama ini terjadi dan ishlah ( perdamaian ) ini menjadi investasi bagi PPP untuk melaju kencang ke Senayan. Ingat berpartai politik ( praktisi partai politik) itu memerlukan seni mengatur ritme antara kepentingan dengan tujuan besar yang ingin dicapai bersama.
Mengakomodasi figur empat fusi partai Islam dalam kepengurusan. Selain menjaga jiwa korsa substansi ishlah untuk Persatuan dalam konsolidasi, kepengurusan Mardiono dan Taj Yasin selaku Ketum dan Sekjen perlu mengakomodir stakeholder PPP yakni figur- figur dari tokoh NU, Parmusi, PSII dan Perti untuk dimasukkan dalam kepengurusan.
Selain hal diatas, PPP harus memiliki kemampuan merangkul pemilih muda atau generasi Gen Z untuk bisa terlibat aktif di dalam PPP mulai dari tingkat DPP hingga ke akar rumput. Karena menurut data sekitar 60 persen lebih pemilih milenial akan mendominasi pada pemilu 2029.
Di akhir dari tulisan ini penulis ingin mengungkapkan bahwa PPP sebagai partai Islam senior yang dilahirkan dari para Ulama marilah bangkit dengan kemandirian. Begitu juga kami berharap betul prinsip- prinsip amar makruf dan nahi mungkar yang menjadi pedoman PPP dalam menjalankan roda partai atau setelah meraih posisi di Parlemen benar- benar harus berani disuarakan.
Ini akan menjadi kebanggaan para kontituennya. Sebab selama ini keteladanan partai politik, banyak terdegradasi oleh sikap pragmatisme, korupsi dan perilaku tidak elok lainnya. Kita berharap PPP harus memberi nuansa dan warna yang baik bagi kondisi perpolitikan nasional kita. Semoga!
*) Penulis: Ketua Umum DPP Ikatan Jurnalis Muslim Indonesia ( IJMI)
