Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) menggelar Minerba Expo 2024 pada 25-26 November 2024 dengan puncak acara “Tamasya Award 2024” pada 26 November 2024 yang berlangsung di Kartika Expo Pusat, Balai Kartini, Jakarta.
Minerba Expo 2024 menjadi momentum penting bagi Ditjen Minerba untuk menyebarkan luaskan informasi mengenai subsektor mineral dan batubara. Rangkaian acara ini meliputi konferensi, pameran, edukasi, lomba, talkshow, dan peningkatan kapasitas energi pertambangan. Mengusung tema “Minerba, Menggerakkan Indonesia,” acara ini diharapkan dapat menjangkau berbagai kalangan, mulai dari perwakilan kementerian/lembaga, badan usaha, asosiasi, pemerintah daerah, akademisi, hingga masyarakat umum.
Esteje Budi Santoso selaku Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia ( IAGI) saat ditemui awak media tentang pandangan ahli geologi terkait masa depan dunia pertambangan dalam perspektif alam, manusia dan lingkungan hidup. Dia mengatakan kalau dilihat dari peradaban manusia sejak jaman revolusi dari revolusi industri pertama sampai sekarang, pertambangan itu urusannya dengan industri.
“Oleh karenanya ada kebutuhan energi dan pergerakan ekonomi. Setelah itu peradaban manusia menjadi maju. Tapi ada juga yang ingin agar peradaban itu mundur. Untuk itu pertanyaannya bagaimana kita mengelola sumber daya alam ini dengan baik,” jelas Esteje Budi Santoso usai pembukaan Minerba Expo 2024 di booth IAGI.
Secara rinci diapun memaparkan konsep sirkuler ekonomi yang menggunakan barang- barang bekas dipakai yang diresycle lalu dipakai kembali. Kalau kita hitung kebutuhan itu masih akan bisa dipenuhi pada saat material-material yang direcycle itu mencukupi. Misalkan kita mau merecycle, atau membuat mobil katakanlah satu mobil perlu sekian ton material sementara mobil itu tidak bisa dalam waktu dua bulan atau tiga tahun habis direcycle, pasti membutuhkan waktu yang cukup lama.
Lantas bagaimana dengan tanah (geologi) atau lahan di sektor pertambangan? Menurutnya, Sesuatu yang tidak bisa kita tanam pasti harus kita ambil dari alam. Kalau itu yang terjadi maka mau tidak mau kita harus menambang itu konsep sejak dulu. Bahwa apa yang kita lakukan saat ini yaitu kebutuhan energi, metal dan polimer itu tidak terlepas dari sumber daya alam ( SDA) yang kita miliki. Pertanyaannya bagaimana menyeimbangkan antara apa yang kita ambil dari alam ( menambang) ini dengan apa manfaat yang bisa kita berikan.
“Kalau kita mau jujur kita melihat bahwa area yang ditambang dengan luas tanah up yang ada tidak sepadan, ada up yang 5 ribu hektar, paling itu hanya sekian puluh atau sekian ratus, apalagi di area tambang emas yang akan ditambang selebihnya itu akan dipersuasi dengan baik,” kata Esteje.
“Banyak perusahaan2 tambang yang menjaga dengan baik area-area yang tidak perlu ditambang yang memang sudah tak ada isinya itu sangat baik, itu banyak contohnya. Tapi tidak lupa juga banyak perusahaan yang lalai terhadap menjaga keseimbangan alam,”ucapnya.
Maka, tambahnya, ada pilihan lain dimana perusahaan- perusahaan dan industri tambang itu mengekstrak timah, nikel dll. Yang bersamaan dengan material-material lain, maka diharapkan tidak perlu melakukan penambangan yang berlebihan dan eksplorasi. Hal itu lebih kepada memastikan suplai yang tidak saja demi kepentingan ekonomi saja tapi juga kepentingan menjaga peradaban.
“Meski kepentingan ekonomi untuk negara, perusahaan dan Rakyat itu juga untuk kepentingan kita juga serta material-material yang kita pakai dari hasil tambang,”ujarnya.
Good Mining Practice
Ketika ditanyakan bagaimana Peran ahli geologi dalam mewarning para pegiat tambang? Dia menegaskan, Kita itu selalu mengkampanyekan Good Mining practise dan peran ini tidak di drive oleh pemerintah tapi di drive oleh organisasi profesi seluruh dunia yang utamanya karena mereka ingin memastikan apapun yang dilakukan dalam industri pertambangan itu selalu mempertimbangkan bagaimana kesinambungannya ( sustainablelity) kedepan dan salah satu caranya adalah dengan melakukan Good mining practice itu tadi.
Ia memberi contoh Misalnya, kita melakukan eksplorasi dari hulu tidak perlu harus menggaruk semua tanah dengan menggunakan teknologi ( teknologi geofisika, remote sensing) yang ini akan mengurangi dampak terhadap alam di area yang bisa jadi setelah kita eksplorasi kita tidak ada atau tidak perlu dibuka bahwa dia itu tidak ada. Ini di Hulunya sedang di hilirnya kor konservasi kalau kita bisa mengidentifikasi kandungannya apa, seberapa banyak konsentrasinya, dengan teknologi apa dia bisa diekstrak?
Dalam Hal ini, tambahb Esteje Budi Santoso sejak awal perusahaan dan pemerintah sudah tahu bahwa tambang A misalnya nickel ini ada ascobatnya, ada scandiumnya dll. sejak awal harus dianalisis kemudian dihitung juga kemungkinan estimasinya masih ada sumber dayanya cadangannya atau tidak. Kemudian yang berkaitan dengan enviromental .
“Kami selalu mendorong bagi industri pertambangan agar melakukan penambangan dengan or konservasi, tidak selalu tambang harus yang greatnya tinggi yang diambil sedangkan yang rendah dikesampingkan dan hanya kita yang tahu tentang dimana yang rendah dan dimana yang tinggi,” tambah Esteje.
” Ini komitmen kita untuk menjaga lingkungan. Regulasi atau undang-undang lingkungan hidup dan Analisa Dampak Lingkungan ( AMDAL) kita saya kira sudah cukup bagus. Namun tidak mudah melakukan penambangan seperti itu dan posisi kita selalu mengingatkan hal itu, posisi kita itu independent. Tidak juga di pemerintah tidak juga di industri. Kita juga ada standart pelaporan dari hasil eksplorasi sampai cadangan kita masukkan juga dalam laporan itu ESG ( Environmental, sosial and goverment). Komitmen ini baru dikeluarkan dari organisasi ( IAGI) dll. Maka kedepan kami berharap laporan seperti ini bisa dimasukkan dalam regulasi Pemerintah,” pungkas Esteje Budi Santoso. ( Harun).