Pekanbaru, Riau, Melayutoday.com LEMTARI MENANGAPI POSITIF ARTIKEL Menteri ATR/BPN, Bapak Nusron Wahid yang menyatakan bahwa Tanah hak Ulayat atau hak tanah Adat bukan merupakan tanah konsensi negara, makanya negara tidak menyitanya atau mempergunakannya.
Hal tersebut mendapat tanggapan positif dari Ketua Umum Lembaga Tinggi Masyarakat Adat Republik Indonesia ( DPP LEMTARI ), Suhaili Husein Datuk Bandaro Mudo.
Datuk Mudo begitu ia akrab disapa mengatakan kepada Melayutoday.com via WA, Sabtu (2/8/2025) siang.
Beliau mengatakan memang benar apa yang dikatakan oleh Menteri ATR/ BPN itu, dimana Tanah Hak ulayat sudah di akui keberadaannya oleh Negara sebagaimana tersebut pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria Negara mengakui keberadaan Tanah Hak Ulayat itu.
Menurut beliau Ada beberapa Hak tanah yang diakui keberadaannya oleh negara antara lain: Hak milik,
Hak bangunan, Hak guna usaha, Hak Ulayat, Hak pakai dan ini semuanya sudah diakui keberadaannya di negara Indonesia.
Lebih lanjut Datuk Mudo mengatakan bahwa Tanah Hak Ulayat itu ada dua macam : 1 tanah hak ulayat persukuan kaum. 2. Tanah hak ulayat kenegerian.
“Keberadaan Tanah Hak Ulayat itu selagi ada kenegerian/ Kampungnya ada masyarakat/kaumnya, maka tanah hak ulayat itu tetap ada,” tandas Datuk.
Dia menambahkan, Setiap ada Negeri/Kampung/ Kenegerian pasti ada Adatnya, setiap ada Adatnya pasti ada Tanah Hak Ulayat walaupun di atas tanah hak ulayat itu sudah ada perusahaan perkebunannya atau perusahaan tambang dll. Namun hak ulayat nya tetap ada, pemangku adat dan penguasa hak ulayat setempat berhak untuk mengawasinya.
“Bahkan berhak untuk mendapatkan konpensasi atau pancung Alas ulayatnya dari penggunaan tanah hak ulayat tersebut begitu di sebutkan dalan Undang-Undang nomor. 5 tahun 1960 tersebut,” jelas Datuk.
Datukpun menguraikan secara jelas prihal yang disebut dengan Tanah Hak ulayat itu, Tanah dan isinya serta apa yang terkabdung didalamnya termasuk sungai dan Danau itu merupakan hak ulayat.
Untuk kemudahan pengakuan terhadap tanah hak ulayat tersebut, Putra Asli Tapung Kabupaten Kampar Riau ini menegaskan agar seluruh penguasa tanah Hak Ulayat seluruh Indonesia supaya memetakan tanah hak ulayatnya, baik itu tanah hak ulayat kenegerian/Kampung atau tanah hak ulayat persukuan/ kaum.
” Hal ini wajib harus di petakan dan peta tersebut harus di tanda tangani dan di setujui oleh pihak-pihak sepadannya. Jadi tanah hak ulayat itu tidak bisa cuma diakui oleh satu pihak saja, Tetapi harus juga di akui oleh pihak-pihak yang sepadan yang berbatasan langsung dengan tanah hak ulayat di maksud,” imbuhnya.
“Tanah hak ulayat yang sudah di petakan dan telah di tanda tangani oleh sepadanya dan di ketahui oleh kepala Desa dan Camat kekuatan hukumnya makin kuat dan mereka ber hak untuk mendapat konpensasi pancung Ale hak ulayatnya dari pihak-pihak yang nenggarap atau yang mengelolanya,” pungkasnya. (M. Harun).
