Jakarta, Melayutoday.com,- “Diskriminasi Kelola Zakat, Masyarakat Ajukan Permohonan Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi” menjadi tajuk utama dalam Press Confrence yang berlangsun pada Kamis (25/7/2024) di Ruang Toety Heraty Gedung Ali Sadikin Lantai 8 Taman Ismail Marzuki ( TIM), Jl. Cikini Raya No.73, Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut Tim Hukum yang diketuai oleh Evi Risna Yanti, S.H.,M.Kn bahwa Masyarakat yang tergabung dalam Indonesia Zakat Watch ( IZW) telah mendaftarkan permohonan uji materiil atas UU Zakat Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ( MK- RI).
Dalam press confrence tersebut hadir Tim Hukum Evi Risna Yanti, S.H.,M.Kn, Zamzam Aqbil Raziqin, S.Sy – LBH Persis Leli Novianti, S.H. – LBH Persis dan Perwakilan Pemohon Ahmad Juwaini Ketua Yayasan Dompet Dhuafa dan Ketua Indonesia Zakat Watch ( IZW) Barman Wahidatan.
Evi Tisna Yanti dalam pemaparannya menyatakan beberapa hal yang menjadi alasan dari kami mengajukan pengujian undang-undang ( Judicial Review) terhadap undang-undang pengelolaan zakat.
Menurutnya UU nomor 23 tahun 201 dan juga sebelumnya ada undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat.
” Pada tahun 2012 kami pernah juga mengajukan judicial review terhadap undang- undang ini beberapa pasal dari undang-undang ini diperbaiki namun pada prakteknya Masih ditemukan ke-tidak setaraan dan ke-tidak adilan padahal lembaga-lembaga masyarakat telah lama melangsungkan pengumpulan zakat,” kata Evi saat press confrence.
Selama perjalanan waktu dari 2011 sampai 2024 kata Evi Tisna Yanti, hari ini kita menemukan beberapa hal-hal yang mengganjal itu sehingga akhirnya diputuskanlah kita akan mencoba lagi untuk mengajukan judicial review ini.
Menurut Evi, hampir 13 tahun itu dengan data-data dan fakta yang kita pakai sebagai penguatan kepada Mahkamah Konstitusi bahwa perlu ada revisi atau sekalian dibuat undang2 yang baru. ” Berapa jumlah pasal yang kami minta untuk dirubah yaitu: 11 pasal dari 43 pasal yang ada di undang-undang tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Zamzam Aqbil Raziqin, S.Sy dari LBH Persis berpendapat Eksistensi pasal 5 ayat 1 UU nomor 23 th 2011, adalah Pola hubungan antara negara dan agama. Seharusnya simbiotik mutualisme bukan hanya kontek menjamin. Tapi kenapa negara menjadi operator zakat.
” Kalau negara ikut mengelola lewat Baznas, kita mendorong agar pasal 5 ayat 1 itu bahwa Baznas sekedar sebagai regulator saja bukan operator. Maka lewat uji materiil ini dikarenakan ada potensi kerugian konstitusional bagi lembaga amil zakat yang sudah ada,” jelas Zamzam.
Menyikapi putusan ini, Presiden Direktur Dompet Dhuafa, Ahmad Juwaini sebelumnya menyatakan bahwa yang terpenting keberadaan Undang-Undang ini jangan membatasi masyarakat yang ingin melakukan pemberdayaan zakat.
“Lebih jauh kedepan, dengan adanya undang-undang ini diharapkan mekanisme pengelolaan zakat di Indonesia lebih optimal lagi, mengingat potensi zakat di Indonesia yang mencapai 200 Triliun per tahun. Koordinasi yang baik antara LAZ dengan BAZ ataupun UPZ yang lain merupakan kunci sukses pemberdayaan zakat di Indonesia,” tandasnya. ( Harun).