Jakarta, Melayutoday.com,- Isu perubahan iklim terus menjadi sorotan berbagai pihak. Termasuk tanggapan dari Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika [ BMKG]. Kepada sejumlah awak media pihak BMKG mengungkapkan pentingnya literasi terkait isu perubahan iklim ( climate change).
Menurut Dr. Ardhasena Sopaheluwakan, selaku Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Mereka yang perlu untuk diberikan penjelasan adalah mereka yang tinggal di pinggiran sungai, generasi muda begitu juga kelompok masyarakat lainnya seperti nelayan dan petani dan masyarakat umum.
“Bagi nelayan dan petani mereka kelompok paling terdampak kami memiliki mekanisme sistematis yang namanya sekolah lapangan iklim untuk petani di seluruh Indonesia dan juga sekolah lapangan cuaca nelayan untuk para nelayan yang melakukan aktifitasnya di laut yang terdampak oleh gelombang tinggi dlsb,” ungkap Ardhasena, Kamis (16/5/2024) di Taman Ismail Marzuki- TIM, Cikini, Jakarta Pusat.
Jadi itu kegiatan literasi yang ada di BMKG dalam rangka mendukung dan mensuport ketahanan terhadap cuaca ekstrim maupun iklim ekstrim dan perubahan iklim secara keseluruhan.
“Respon dengan adanya sekolah iklim bagi petani dan nelayan tersebut tentunya sangat positif, bukan dalam konteks hanya di permukaan saja tapi kita lihat ada benefit riilnya juga, misalkan dalam ukuran untuk yang sekolah lapangan iklim misalnya disetiap tempat sekolah lapangan iklim kita mengukur produktifitas rata- rata sebelum dan pasca sekolah iklim dimana para petani diajarkan bagaimana membaca informasi iklim, lalu itu terbukti berpengaruh terhadap produktifitas pertanian mereka ternyata produktifitas pertanian mereka meningkat,” kata Ardhasena.
Dia menambahkan, Setelah itu kita coba juga supaya hal itu berlanjut mereka kita kelola dalam group- group sehingga mereka bisa terus mendapatkan informasi iklim dari BMKG secara rutin. Seperti contoh riil nelayan di NTT ketika ada siklon seroja beberapa tahun yang lalu mereka para nelayan disitu paham mengenai informasi peringatan dini ( early warning) yang diberikan oleh BMKG, dan bahkan ada satu desa dengan jumlah penduduk cukup banyak, maka berhasil dievakuasi dan tidak terdampak dari Siklon Seroja itu. Itu adalah buah dari kegiatan sekolalah lapangan yang kita lakukan.
Terkait isu tentang perubahan iklim yang perlu diketahui masyarakat di Indonesia, menurutnya, perubahan iklim itu terjadi secara global dampaknya bervariasi di Indonesia maupun juga di dunia. Kalau kita melihat sekarang di dunia dampak ekstrimnya nerupa kenaikan temperatur tinggi seperti gelombang panas, namun di Indonesia sedikit berbeda tapi bukan berarti perubahan iklim itu tidak nyata, proses dan pengaruhnya kenaikannya saja yang berbeda.
“Di Indonesia naik secara gradual terus menerus tapi tidak berhenti tidak hanya temperatur tapi juga kelembaban, makanya kita sering merasakan kurang nyaman itu adalah akibat dari kombinasi kenaikan temperatur dan kelembaban yang naik terus secara gradual orang jawa bilangnya sumuk. Itu salah satu dampak perubahan iklim yang nyata selain juga ekstrimitas curah hujan yang makin tinggi,” jelas Ardhasena.
Khusus posisi BMKG, kata Ardhasena, kita mendukung supaya kebijakan apapun yang dihasilkan oleh sektor- sektor harus berbasiskan data dan sains.
” Oleh karena itu pengamatan, atau tugas fungsi yang dilakukan BMKG adalah melakukan pengamatan iklim jangka panjang ini supaya keputusan ataupun perencanaan kebijakan yang diambil oleh sektor2 itu bisa tepat, itu peran BMKG disitu,” tandasnya.
Dia berharap dengan adanya kegiatan diskusi seminar tentang isu pengarus utamaan perubahan iklim ini memang tepat. Tapi juga perlu ditempatkan pada proporsi atau tempat yang tepat, siapa yang melakukan monitoring, siapa melakukan adaptasi, siapa melakukan mitigasi, litigasi dll.
“Karena perubahan iklim ini merupakan tantangan terbesar untuk peradaban sehingga kita perlu menempatkan ini secara tepat tidak hanya dimensi kerugian tapi juga dimensi kesempatan, yang juga tidak kalah penting diluar isu keadilan dan diluar isu kebencanaan yaitu kita harus tetap memperjuangkan ketangguhan bangsa ini dalam menghadapi perubahan iklim. Dalam hal ini tentunya membutuhkan energi cukup besar,” pungkas Ardhasena. ( Harun).