Connect with us


Opini

Mengentaskan Kemiskinan dan Menegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Mengentaskan Kemiskinan

Oleh Masud HMN*)

Data Pusat statistic menunjukkan ada 9,54 persen atau 25 juta penduduk Indonesia dalam kategori miskin. Hal ini tentu tantangan bagaimana mengentaskannya, Ini harus menjadi program utama pemerintah kedepan. Bukan hanya sekadar manis di mulut, tapi realitas tidak demikian. Kondisi kemiskinan berimpit sekali dengan birokrasi dan system Negara.

Secara kasar dalamkorupsi, Sehingga nengentaskan kemiskinan dalam keserakahan korupsi Seperti dikatakan oleh seorang intelektualmuda kita bernama Sukidi menyampaikan permasalahan bagaimana melawan kemiskinan. Dalam tulisannya di harian Kompas 23 Mei 2023, dibawah judul: “Kemiskinan dan Ketamakan menyatakan pemerintah belum berhasil mengatasinya. Bahkan program pembangunan ekonomi pemerintah berlansung bersama dengan korupsi.


Menarik juga artikel tersebut. Sebab terkait kita sedang membangun perekonomian untuk
meningkatkan taraf kehidupan rakyat, yaitu dengan indicator meningkatnya indeks keadaan dan kesejahteraan hidup, Demikian Sukidi.

Sebagaimana kita lihat indeks kehidupan itu
telah naik sedikit 0,14 persent pada Mei 2023 dari September 2022. Namun kemiskinan itu masih bertengger pada 5.94 persen atau sekitar 25 juta orang penduduk. Agak menggembirakan.
Kalau kita teliti bukan berarti pemerintah tidak membangun, sudah banyak usaha pemerintah, seperti infra struktur jalan toll, Hanya saja
pembangunan itu didomplengi ketamakan korupsi. Karena oleh system korupsi itulah
tingkat kemiskinan itu tidak teratasi.

Kesimpulannya, korupsi atau ketamakan itulah
yang harus kita berantas. Tidak cukup mencarikan perencanaan yang bagus. Kalau korupsi tidak diberantas. Fahri Hamzah berpendapat korupsi diatasi dengan konsep dan tindakan. Ia menyebut dengan otak dan otot. Ia kritik lembaga Komite Pemberantasan Korupsi (KPK), hanya mengutamakan penangkapan tanpa diiringi dengan system birokrasi yang baik. Kata Fahri Hamzah, KPK gembira dengan banyaknya OTT pelaku korupsi. Lupa pada bagaimana system penyelamatan agar para koruptor tak dapat bergerak. Berapa yang bisa
terselamatkan?


Oleh Indrayana ahli hukum Tata Negara mantan wakil Menteri Hukum dan Ham eea SBY memandang, soalnya dari tata politik, penguasa politk lebih dominan daripada hukum itu sendiri.
Antara kuasa hukum dan kuasa ekonomi
olaigarki (politik). Hukum dilumpuhkan oleh politik. Menurut dia, harus jelas apakah hukum
menjadi panglima atau ekonomi Yaitu policy dalam penerapan hukum atau politik, yang
tergambar pula dalam kebijakan politik dan ekonomi.


Pendapat kita tentu saja ini adalah persoalan kebijakan penerapan hukum terletak pada
pemimpin Negara. Kalau mau hukum
ditegakkan mestilah kita nenegakkan hukum sebenar benarnya. Tanpa pandang bulu, demikianlah yang kita tunggu !

Jakarta 22 Mei 2023

*)Masud HMN adalah Doktor dan Dosen Universitas Muhammadiyah Porf. Dr. Hamka ( UHAMKA) Jakarta.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

More in Opini