Jakarta, Melayutoday.com,- Kemauan pemerintah ingin memperbaiki dunia kesehatan benar. Bahwa menginginkan masyarakat mendapatkan kesehatan yang layak, pemerintah memberikan BPJS dan kartu kesehatan di DKI. Hanya yang salah ketika pemerintah membuat undang undang tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan dan aktifisnya sehingga kecenderungan keberpihakan kepada pencapaian sebuah undang- undang itu tidak terjadi. Ditengarai kepentingan oknum oligarki bermain dibelakangnya.
Begitu inti masalah yang diungkap Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pratama usai menjadi pembicara pada diskusi bertajuk:” Nakes Mogok Siapa Yang Rugi?”, Selasa (14/6/2023) di Tebet, Jakarta Selatan Kemarin.
Haris Pratama menegaskan, dalam RUU Kesehatan tersebut Misalnya ada klausul katanya tentang pemberian surat ijin praktek seumur hidup. Sekali saja seumur hidup. Ini kan bahaya, siapa yang akan mengawasi. Apakah ada kesalahan atau sudah meninggal dunia kan gak ada yang tahu.
Padahal pemerintah untuk menjalankan fungsinya dengan baik Itu ada di setiap kementerian kementerian atau departemen2 contohnya kemeterian kesehatan ( Kemenkes) yang tupoksinya mengurusi soal kesehatan, apakah bisa hanya ratusan orang di kemenkes mengawasi ratusan ribu dokter dan tenaga kesehatan nakes ( nakes) yang ada di seluruh Indonesia?
“Kan gak bisa, maka dibantu dengan organisasi profesi yang ada, itulah didirikan organisasi profesi dari awal republik ini berdiri. Untuk bersama sama pemerintah bagaimana memajukan dunia kesehatan. Ternyata pembahasan dalam sebuah RUU kesehatan banyak merugikan nakes dan menguntungkan investor,” jelas Haris kepada awak media.
Dijelaskan dia, Bagaimana sebuah RUU diciptakan dimana saat misalnya ada kesalahan dalam praktek dan lain2, rumah sakit tidak mau bertanggung jawab. Atau misalnya alat kesehatannya yang jelek sementara dokter harus menggunakan alat tersebut jika terjadi apa- apa, siapa yang salah dokternya atau rumah sakitnya? Ini lucu, misalnya ada alkes yang sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Mau tidak mau sang dokter harus menggunakan alkes tersebut lalu tiba tiba terjadi kesalahan dan berakibat malpraktek terhadap pasien tersebut. Masa dokter yang disalahkan padahal ada faktor lain yaitu alat kesehatannya tidak layak atau tidak berfungsi dengan baik atau rumah sakit tiba- tiba mati lampu saat melakukan operasi pasien, siapa yang disalahkan dokter? Kan tidak begitu.
“Ini akibat pembahasan RUU itu disetir oleh oknum pemilik modal ( investor) atau oligarki.
Jika memang RUU ini diciptakan dengan baik, maka tidak akan ada gejolak dari para tenaga kesehatan ( Nakes),” tegasnya.
Menurut Haris Pratama, Katanya di DPR RI terkait RUU kesehatan ini sudah dibahas, namun kenapa semacam organisasi IDI dll-nya tidak diajak membahasnya. Ini kan aneh.
” Solusi yang harus dilakukan Pemerintah kembali membahas RUU ini dengan melibatkan semua stakeholder. Menkes bilang katanya sudah melibatkan lima organisasi profesi, tapi faktanya kok masih ada masalah? Solusinya menurut saya adalah Pemerintah bersama pemilik rumah sakit, para dokter melalui IDI, para perawat melalui PPRNI, kembali membahas satu per-satu RUU itu. Jadi jangan pembahasan belum matang dibawa ke DPR. Ini kan bahaya. Setelah ditanya IDI gak tau isi tentang RUU kesehatan itu. Jika pemerintah tidak mau membahasnya maka saya nyatakan Menkes menghianati Pancasila sila keempat,” pungkas Haris Pratama bersemangat. ( Harun).