Connect with us


Nasional

Indigo Network Gelar Diskusi Jelang Keputusan DKPP

Jakarta, Melayutoday.com,- Indigo Network menggadakan Diskusi Publik dengan tema “Menjelang Putusan DKPP : Problematika Etik Hantui Penyelenggaraan Pilpres 2024” di Gedung Menara 9 Jl. Antane VI/9 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu ( 27/12/ 2023) sore.

Dalam diskusi tersebut hadir sebagai narasumber ; KPA Tedjodiningrat Broto Asmoro S.E., M.M. (Founder Indigo Network), Dr. Radian Syam, S.H., M.H (Direktur Eksekutif Indigo Network), Dr. Hurriyah, S. SOS., IMAS (Pusat Kajian Politik UI), Juhaidy Rizaldy, S.H., M.H (Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES), dan Dr. Anggawira, M.M., M.H. Moderator Dr. Brigita Manohara.

Pemilihan Presiden 2024 menjadi topik menarik. Begitu juga soal kode etik penyelenggara pemilu. Sebenarnya banyak permasalahan terkait etik yang muncul di pejabat negara kita, baik hakim dilingkungan yudikatif maupun pejabat penyelenggaraan Pemilu. Setelah hakim Mahkamah Kontitusi ( MK) dinyatakan melanggar etik berat oleh MKMK dengan berbagai variasi vonis pelanggarannya, kini seluruh Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), imbas menerina pendaftaran pasangan Capres-Cawapres Prabowo Gibran.

Dalam laporan DKPP, para pengadu mendalihkan bahwa seluruh Komisioner KPU membiarkan Gibran mengikuti proses tahapan pencalonan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Teradu juga dengan sewenang-wenang menetapkan Gibran sebagai Cawapres mendampingi Prabowo capres nomor 2. Para pengadu menyatakan tindakan KPU bertentangan dengan prinsip hukum yang secara imperatif diperintahkan oleh pasal 11 huruf a Peraturan DKPP No. 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggaran Pemilu.

KPA Tedjodiningrat Broto Asmoro S.E., M.M. selaku Founder Indigo Network, kepada sejumlah awak Media terkait akan ditetapkannya keputusan DKPP, ia mengatakan bahwa “Saya lebih sesuai mengikuti aturannya saja dimana Aturannya tidak ada yang dilanggar yang telah sesuai dengan alurnya, jika ada etika yang dilanggar segala macam, menurut saya etika itu tolak ukurnya sangat sulit sekali.

Menurut KPA Tedjodiningrat, kita harus menyesuaikan kultur dimana kita bicara (masuk ke kandang Harimau kita mengaung, masuk ke kandang kambing kita mengembik). Jadi ketika bicara di depan keluarga kita sendiri yang sudah tau kulturnya seperti apa dan sudah tahu yang bicara itu siapa monggo saja.

“Namun Ketika soal etik itu menjadi konsumsi publik kemudian di politisir dan diframing segala macam. Itu politik. Takutnya nantinya menjadi konsumsi untuk menjatuhkan dan segala macam, maka kita perlu suatu kedewasaan disitu,” ungkap komisaris di salah satu BUMN ini.

Dr. Radian Syam, S.H., M.H selaku Direktur Eksekutif Indigo Network; mengungkapkan terkait DKPP, Kalau Ad Hoc baik itu ditingkat Kecamatan, Desa dan TPS itu tidak masuk ke DKPP karena DKPP itu hanya membuat putusan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara, apakah itu KPU maupun Bawaslu.

Menurut Radian, sekalipun DKPP menyatakan bahwa si Teradu dalam hal ini penyelenggara pemilu itu bersalah dan kemudian dalam Amar putusan itu dinyatakan diberhentikan tetap dari keanggotaan, tapi tidak merubah keputusan yang telah dibuat, jadi keputusan tentang penetapan DPT kemudian keputusan tentang penetapan Capres itu tidak berubah sekalipun dia dinyatakan bersalah oleh DKPP.

Hanya saja, sambung Radian, itu mempengaruhi etik dari penyelenggara. Jadi inilah yang ingin saya sampaikan bahwa ketika ada penyelenggara atau teradu yang dibawa ke DKPP. Kemudian disitulah proses pemeriksaan dalam persidangan oleh Majelis. Artinya, bukan serta merta akan ditetapkan untuk diberhentikan.

Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu sebagai pelaksana dari peraturan perundang-undangan, bukan hanya Undang-Undang no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu saja tetapi mereka juga harus patuh pada konstitusi. Didalam Putusan MK mengenai putusan 141 itu sekali lagi KPU harus menjalankan, karena kalau KPU tidak menjalankan putusan MK itu bisa kena pelanggaran etik karena dia tidak patuh terhadap konstitusi karena perintah konstitusi pasal 24 huruf C bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat.

MK memiliki kewenangan untuk mengadili dan melakukan uji materi undang- undang ( Judisial Review ). Begitu juga ketika ada persoalan like and dislike itu wajar didalam atmosfer demokrasi kita.

“Saya ingin menyampaikan bahwa ketidaksukaan kita itu harus dilihat secara dewasa dan kita juga harus melihat proses hukumnya seperti apa, jangan karena kita tidak suka seseorang kemudian kita tutup mata dengan hukum,”pungkas Radian. ( Harun).

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

More in Nasional