
Jakarta, Melayutoday.com,- Salah satu Tantangan di sektor konstruksi itu hampir sebagian besar tenaga kerjanya belum tersertifikasi. Karena memang banyak kendala. Ketika LPJK itu sekarang sudah menjadi bagian dari Kemen PUPR di akhir tahun 2020 itu banyak regulasi yang di up date dan berubah, salah satunya adalah masalah sertifikasi profesi konstruksi ini.
“Alhandulillah P3SM salah satu yang cepat bisa adaptasi, kita salah satu tim yang melayani paling cepat. Secara data jika dibandingkan data di PUPR, tenaga kerja konstruksi Indonesia itu belum ada 5 persen yang bersertifikasi. Ini menjadi hambatan sekaligus tantangan,” tutur Dr. Idi Namara, Dewan Pakar P3SM di arena Pameran Kontruksi, Selasa ( 1/11/2023) di Jiexpi, Kemayoran Jakarta.
Menurutnya, perlu ada terobosan dan penyesuaian. Sekarang Asosiasi profesi bisa membuat LSP atau Lembaga Sertifikasi Profesi tapi dia harus mendapatkan lisensi dari BNSP atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi dan harus dapat rekomendasi LPJK atau Lembaga Pengawas Jasa Konstruksi selaku regulator teknis terkait. Jika kedua ini sudah konec maka LSP sudah bisa beroperasi.
“Kita P3SM sudah semua, kita di sektor kontruksi ini ada sektor sipil, arsitect lanskap, tata lingkungan, mekanical, manajeman pelaksanaan, itu sudah ada semua. Kita tidak membutuhkan berapa lama pendidikan langsung uji kompetensi. Kecuali untuk tata lingkungan dan arsitektur lanscap itu ada pembekalan. Sesuai peraturan LSP tidak boleh melakukan pembekalan atau pelatihan yang boleh hanya dari Asosiasi Profesi LSP hanya boleh melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi saja,” jelas Idi Namara yang kini menjabat Dekan Fakultas Teknik dan Teknologi Universitas Tanri Abeng.
Ditambahkan oleh Idi Namara, P3SM itu gabungan dari sinergi dati beberapa organisasi boleh dibilang konsorsium. Sinergi P3SM dengan LPJK. Yang boleh membentuk LSP P3 adalah Asosiasi profesi yang telah diakreditasi LPJK, sedangkan LPJK adalah yang melakukan pembinaan, pengawasan dan pencatatan. Jadi LPJK melakukan akreditasi ke asosiasi profesi, setelah terakreditasi asosiasi profesi berhak untuk melahirkan LSP P3.
“Makanya, rekomendasi tetap dari LPJK karena LPJK yang memegang regulasi terhadap sektor konstruksi. Sedangkan yang terkait dengan sertifikasi ada di BNSP yang kedua- duanya sama2 urgen dan harus saling bersinergi, itu jadi tantangan sekaligus hambatan, karena banyak yang sudah mendapat rekomendasi LPJK tapi belum dapat lisensi dari BNSP,” ungkap Sekretaris Forum Penilai Ahli Kegagalan Bangunan.
Menurut Idi Namara, di dalam P3SM itu ada kelebihan2nya karena kami menggandeng praktisi, akademisi, beberapa ASN, BUMN, sektor swasta dll. Sehingga sdm yang ada di P3SM itu bervariasi. Yang penting demi kemajuan dunia kondtruksi. Dengan pameran seperti ini dunia kontruksi lebih bergairah dan bangkit terutama pada 2024.
Diketahui bahwa selain di Dewan pakar P3SM, Idi Namara juga sebagai Sekretaris Forum Kegagalan Pembangunan. Salah satu Tugas mulia kita salah satunya bagaimana mencegah kegagalan bangunan. Sehingga metode kerja dan tenaga kerjanya dan material yang digunakan haruslah yang berkualitas. “
” Salah satu indikatornya adalah tenaga kerja harus mempunyai sertifikasi dan kompetensi agar bisa dipertanggung jawabkan, ” pungkas Idi Namara pada melayutoday.com ( M. Harun).
