Beranda » Opini » Opini: Etika Lingkungan
Jumat, 19 Februari 2021 - 10:17:21 WIB
Opini: Etika Lingkungan
Diposting oleh :
MelayuToday.com
Kategori:
Opini
- Dibaca:
27 kali
Etika Lingkungan
Oleh Masud HMN*)
Diantara topik pembicaraan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahyuddin Yassin saat bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo di Jakarta baru baru ini adalah masalah Jerebu. Yaitu soal asap akibat pembakaran hutan yang sering terjadi setiap tahun. Pelanggaran Etika mengelola lingkungan hidup ( ethical environment).
Diskusi kedua, pemimpin Negara itu tujuannya membuat saling
pengertian mendalam tentang perilaku masyarakat pada masalah
lingkungan alam sekitar. Menyadari masalahnya dan mengatasi secara bersama.
Seperti disiarkan media lawatan singkat 4 dan 5 Februari dari
PM Malaysia itu sejatinya memang bukan itu saja tapi ada masalah lain, yakni bagaimanapun masalah lingkungan itu penting. Sangat terkait antara perilaku, tradisi masyarakat, setempat, Seperti membakar hutan adalah perilaku negative atau tidak baik.
Begitulah perilaku manusia selalu saja ada yang buruk diantara yang baik. Ini jelas kalau kita renungkan, bahwa diutusnya para nabi adalah untuk menata akhlak atau perilaku manusia itu. Tujannya agar manusia selamat, aman, tenteram.
Selain itu lingkungan alam dapat terjaga kelestariannya. Tentu saja yang harus ada dan dibutuhkan akhlak yang baik, bukan sebaliknya.
Tentang hal ahklak ada hadist Nabi yang menyatakan hal itu. Yakni sabda Rasullullah Saw: " Innamaa buistu liutam mima makaarimal akhlak". Artinya, " Tidak diutus Engkau (Muhammad) kecuali untuk menyempurnakan akhlak manusia)
Dasarnya bersesuaian dengan ilmu Ladunny, ilmu alam terkembang. Ada hukum alam tentang perilaku. Intinya keterkaitan manusia dan alam. Di alam ini ada teori hukum alam ( sunnatullah), lalu bagaimana menjelaskan terjadinya perilaku alam itu, hubungan dengan manusia.
Dalam lingkungan terdapat faktor yang saling berkaitan, yakni Faktor budaya dan lingkungan, ekonomi dan lingkungan, ilmu dan lingkungan. Alam berkembang jadi guru diantara faktor faktor itu , fungsi ilmu urgent dan relevan untuk diperbicangkan. Tanpa fungsi ilmu pengetahuan, akhlak dan perilaku akan berputar tanpa ujung, ibarat menghasta kain sarung. Berputar itu ke itu saja tanpa solusi tanpa, progress ( evaluasi ).
Dalam bukunya berjudul "Miftahu Sa'adah", seoramg ulama bernama Ibnul Qayyim Al- Jauziyah menulis tentang dua bentuk fungsi ilmu bagi manusia. Tokoh ulama
berasal dari Yordania abad 13 itu mengurai dua bentuk fungsi ilmu itu adalah pertama, Rahmat dan kedua bencana. Kapan ilmu membawa rahmat dan kapan pula ilmu itu membawa bencana. Demikian Ibnul Qayyim.
Alam memberi angin sepoi, air mengalir. Hutan yang hijau, burung yang bernyanyi, adalah bentuk rahmat yang tak ternilai. Ini semua dilimpahkan Tuhan kepada manusia. Alam berfungsi sebagai rahmat kebahagian, kenikmatan bagi manusia. Bentuknya berupa rahman dan Rahim Allah Swt. Mengatasi dan keutamaan yang tak ternilai dibanding dengan murkaNya Allah. Saat murkanya muncul namun kasih dan sayangnya lebih dari murkaNya kepada hamba-Nya. Hanya masih saja manusia banyak tidak bersyukur. Maka alam menjelma jadi bencana, Lingkungan dieksploitasi berlebihan, hutan di tebang tanpa kendali, sehingga lokasi hutan jadi gundul. Disitulah datang bencana banjir. Bencana datang karena manusia tidak mau bersyukur tapi mengeksploirasi alam berlebihan.
Wabah datang karena kekufuran Ditambah dengan perilaku fasad,
dengki mendengki. Dilengkapi oleh kemungkaran, maksiat dan moral hazard. Diatas semua itu, akhlak yang baik diperlukan, karena Tanpa akhlak yang baik alam yang awalnya berfungsi rahmat bagi manusia, akan berubah menjadi bencana, karena tangan manusia sendiri.
Berbicara Syukur, adalah metode epistimolginya dalam realitas.
Orang yang bersyukur selalu Berserah diri mengharap hanya keridaanNya semata, adalah untuk mendapatkan Maha Kasih Rahman dan Rahim-Nya Allah SWT, Camkanlah, saat murkaNya datang, namun Rahman dan RahimNya tetap akan mengalahkan murkaNya.
Jakarta 17 Februari 2021
*) Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta.
BERITA TERKAIT