Beranda » PROFIL » Filsafat Idealisme Bung Hatta
Oleh Mas ud HMN
Filsafat bagi bung Hatta, terutama aliran filsafat idealisme begitu pentingnya.Itulah kenyataan sekaligus mengesankan keanehan. Tentu saja menjadi catatan bernilai tinggi dari sisi kehidupan Wakil Presiden Indonesia pertama ini.
Seperti terungkap dari dari kisah acara perkawinan Bung Hatta dengan Rachmi yang diulangkisahkan oleh Dr Edi Swsosonono dalam kuliah umum di Fakultas Eknonomi Dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta awal Nopember 2017 lalu,. Dr Edi Swasano nenyatakan bahwa disitu disaksikan banyak orang, Bung Hatta menyerahkan mahar nikahnya berupa seperangkat bingkisan berupa buku.Buku yang ditulisnya sendiri masa ia sekolah di Belanda.Buku berjudul Alam Pikiran Junani dua jilid.
Ini tidak lazim masa itu apa lagi buku filsafat, mengapa tidak buku tafsir Al Quran.Bukankah bung Hatta berasal dari lingkungan agama islam yang kuat.Ayahnya Muhammad Djamil dan ibunya Siti Salechah adalah keturunan ulama Tarekat di Batu Hampar Bukittingi.
Ya itulah yang menyisakan sebuah pertanyaan. Ada hubungan apa bung Hatta dengan kajian filsafat Junani tersebut. Kalau dihubungkan dengan studi ekonominya di Belanda, bukan juga satu jalur keilmuan.Jika mau dikategorikan ilmu saling melengkapi antar konsep idealisme ekonomi dan Buku Alam pikiran Junani bisa saja. Atau amat mungkin.
Sebab ningga kini buku lama tersebut bagaimanapun memang tetap aktual isinya dalam menjelaskan perjalanan filsafat ilmu pengetahuan. Terutama mengenai idealisme kemanusiaan klasik yang tuntas.
Karena itu maka tidaklah mengherankan jika buku Alam Pikiran Junani menjadi Buku wajib bertfungsi mengantarkan mereka yang menempuh pendidikan awal di perguruan tinggi. Fungsinya adalah untuk memberi dasar fundamental perkembangan studi ilmu pengetahuan dan Filsafat
Objek atau dasar itu bisa dimulai dengan aliran Idealisme dalam filsafat. Seperti yang dianut Imanuel Kant sebagai validitas epistomologis. Pikiran Hatta yang kita tangkap sengat kental dengan aliran filsafat idealisme itu. Inti aliran ini adalah menentang konsep filsafat materilisme.
Garis besar yang terlihat dari alur idealisme bersifat serba cita, yang seiring selaras dengan spiritulisme serba ruh, hadir dalam jiwa . Hakekat kenyataan yang beraneka ragam bersumber dari ruh yang tidak sesuatu yang sejenis dengnnya tidak menempati ruang.
Aristhoteles (284-322 SM) yang memperkenalkan aliran idelisme menamakannya sebagai serba cita dan selaras dengan keberadaan serba ruh atau spiritualisme.Dengan kata lain hakikat materi adalah ruhani yang dikaitkan dengan
Pertama nilai ruh lebih tinggi dari fisik, Ruhlah sebagai pengejawantahan penjelmaan materi. Karena itu manusia dengan ruhnya dapat memhami dirinya dari dunia luar.Disitu pula energy berhimpun menempati ruang.
Kedua, alam fiisik bukanlah sesuatu yang hakiki, meskipun satu objek nyata. Sebab bila objek hancur, objek nyata itupun hilang atau lenyap, Sebaliknya yang hakiki dapat abadi dan tetap ada.Dapat kita mengibaratkan keberadaan Bung Hatta sendiri dari sudut pandang aliran idealisme. Bunga Hatta sendiri secara materil fisik sudah idak ada karena sudah wafat, Apa yang ada dari bung Hatta adalah idelismenya, cita citanya
Saya kira adalah benar bahwa Bung Hatta akan ada selamanya, Yakni ada ditengah kaum yang berpikir.Ada ditengah negarawan yang setia kepada kebenaran dan keadilan ekonomi.Idealisme kerakyataan
Saya juga setuju dengan abtraksi bung Hatta yang menghubungkan sosok yang setia kepada cita citanya. Ia konsisten dalam hidupnya. Meski harus bertentangan dengan teman seperjuangan.
Faktanya ketika berbed a dengan Sukarno dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, dan Bung Karno ingin meneruskan ide demokrasi terpimpinnya, Bung Hatta menentang demokrasi terpimpin ala Sukarno yang tidak sesuai dengan cita cita demokrasi kerakyatan. Lalu ia minta munddur dari Wakil Presiden 1 Desember 1956.
Tiga hari sebelumnya yakni 27 November 1956 Bung Hatta mendapat gelar Doctor Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada Jogykarta.Namun ia tteap mandur dari Wakil Presiden, Yang dia janjikan sebelum ia menerima gelar Doctor Kehormatan tersebut (Bung Hatta Pribadinya Dalam Kenangan,penyunting Meutia Farida Hatta,SH,1980)
Sejarah mencatat Bung Hatta tersingkir dari gelanggang politik kekuasaan.Hal itu didiringi dengan penagkapan tokoh dan pemimpoin yang lain. Seperti Syahrir, Syafrudin Perssiranegara, Moh Natsir , Prawoto Mangkusasmito dan Hamka. Di penjara tanpa proses pengadilan.
Meski tak ditangkap, namun bung Hatta hidup dalam suasana tidak nyaman.Karena kondisi politik kekuasaan pada era itu berada pada sistem yang otoriter.Sikap juang tanpa kendor itu dilakukannnya dengan melawan demokrasi terpimpin dicetuskan Sukarno.
Bung Hatta menulis buku Demokrasi Kita. Yang isinya menolak konsepssi yang melawan kedaulatan dan kerakyatan. Buku kecil yang tidak sampai seratus halaman itu tersebar kemana mana.Tetapi Sukarno tidak juga menyadari kekeliruannya.
Agaknya, bung Hatta sadar idealisme bukannya hal yang mudah dalam implementasinya.Namun harus diwujudkan dalam kesesuaian ruang dan waktu. Ada masa atau era idelisme terhalang perwujudannya.
Saya berpendapat idealisme harus digerakkkan,Ditumbuh kembangkan,Kapan dan dimansa saja.Idealisme itu diejawantahkan dalam dua bentuk
Pertama sebagi motor pengerak, menerobos serta meringsek.Mengibarkan,melaksanakan nilai idealesme itu.
Kedua, berfungsi sebagai pengendali, kontrol pada keadaan yang berlansung tak terkendali liar.
Dengan demikian berpikir filsafat sebagai ditunjukkan bung Hatta adalah keperluan intelektual kita kini.Dalam persefektif ini kita berkayuh, bekerja dengan panduan idealisme filsafat. Aliran idealisme yang penuh spiirit berisi ruh. Filsafat yang menyeingkirkan materialisme. Karena materilisme bukan hakiki.
Kita jangan berhenti tangan berkayuh, menuju hari esok.Hari esok akhirat itu lebih baik hari ini (dunia).
Jakarta 24 November 2017
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pasca sarjana Unversitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta