Beranda » Opini » Jumlah Capres 2019 Lebih Banyak, Demokrasi Nampak Lebih Semarak
Ulasan Redaksi MT Akhir Pekan, kamis , 4 Januari 2018
Diskusi KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) yang mengambil inisiatif Ngopi Bareng dari Seberang Istana dengan tajuk:” 2019: Selain Jokowi dan Prabowo , Siapa Berani? “ berlangsung di restoran Ajag Ijig, kawasan Juanda, Jakarta Pusat, Rabu (3/1/2018) cukup baik untuk mengasah kecerdasan semua pihak. Terutama kaitannya dengan bagaimana memilih Presiden yang ideal alias tidak asal pilih pada Pilpres 2019 yang akan datang.
Dalam hal ini ada beberapa opsi yang muncul dari masyarakat kita yaitu antaranya: pertama, mengaggap hanya ada dua Capres pada 2019 yakni Jokowi dan Prabowo yang dikehendaki mereka karena dengan Cuma dua capres yang bertarung maka partai pendukung kedua Capres tersebut akan memudahkan memainkan strategi karena head to head.
Diprediksi partai pendukung kedua capres ini yaitu: PDIP, Partai Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura dan PKP Indonesia. Mereka adalah partai pendukung setia Jokowi dan saat pilpres 2014. Mereka akan berubah haluan jika ada pecah kongsi dan perbedaan tajam dengan Jokowi yang kini menjadi Presiden. Jika tidak, maka formasinya akan tetap sama seperti sebelumnya. Mereka pasti tak akan mendukung revisi terhadap UU Pemilu di MK (Mahkamah Konstitusi) terkait syarat ambang batas suara 20% bagi pengusung capres
Opsi kedua, Masyarakat menginginkan Capres pada 2019 lebih dari dua pasangan artinya bisa tiga atau empat atau lima pasangan Capres. Hal ini dengan alasan bahwa ambang batas suara cukup 5% saja sehingga ruang demokrasi bagi partai politik menjadi lebih leluasa dalam meilih calon pemimpinnya. Maka secara otomatis MK harus memenuhi hasrat demokrasi masyarakat ini dengan mau menyepakati perubahan ambang batas UU Pemilu dari 20% menjadi 5%. Diprediksi partai partai yang mendukung opsi ini antaranya: Partai Gerindra, PKS, Partai Democrat dan PAN dan partai partai yang lolos verifikasi factual sebagai peserta pemilu 2019.
Menurut saya opsi kedua adalah sangat memungkinkan demokrasi di Indonesia bisa tampak lebih maju, karena akan bermunculan sosok sosok capres baru sebagai alternative selain yang telah ada sekarang yakni wajah lama. Mereka menghendaki wajah baru muncul dalam kontestasi pilpres 2019 dan ini sangat memungkinkan bila regulasi tentang pemilu dan parpol dirombak. Sehingga akan menyulitkan bagi lembaga lembaga survey untuk digiring untuk memilih capres tertentu karena strategi permainan demokrasi dirubah menjadi lebih luas tanpa harus tergantung dengan capres wajah lama dan incumbent. Karena Rakyat membutuhkan suasana baru dalam memilih pemimpinnya. Rakyat membutuhkan sosok baru yang mampu memenuhi keinginan untuk merubah nasibnya dalam berbagai bidang, sehingga mereka berusaha memilih pemimpin yang tepat.
Paling tidak, sosok capres 2019 selain incumbent dan wajah lama (Jokowi dan Prabowo) ada banyak wajah Capres yang dapat dijadikan alternative. Menurut saya bisa kita sebutkan beberapa nama antaranya: Gatot Nurmantyo (GN), Anies Baswedan (AB), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) , Abraham Samad (AS), Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Madjdi, Tito Karnavian (TTK), Rizal Ramli (RR), Zulkifli Hasan (ZH), Puan Maharani (PM), Yusril Ihza Mahendra (YIM), Sri Mulyani Indrawati (SMI), Muhaimin Iskandar (MI), Budi Gunawan (BG), Choirul Tanjung (CT), Airlangga Hartanto (AH), Ahmad Heryawan (Aher) dan mungkin banyak lagi nama potensial yang akan bermunculan kedepan.
Yang menjadi sorotan tajam saat ini adalah nama Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur NTB dianggap berpeluang maju ke level nasional sebagai representasi Islam. Namun apakah Partai Demokrat rela mendukung TGB sementara partai Demokrat terus mempromosikan AHY.
Kabarnya Partai Kesejahteraan Sejahtera (PKS) akan menjagokan Gatot Nurmantyo- sebagai Capres dan Anies Baswedan jadi cawapres guna menantang Jokowi di 2019. Artinya dengan menggandengkan Gatot-Anies sehingga benar-benar rakyat mendapatkan pemimpin dengan wajah baru yang benar benar baru.
Atau mungkin ada formasi baru dimana AHY-Choirul Tanjung atau TGB Zainul Majdi-Sri Mulyani Indrawati atau Gatot-Zulkifli Hasan atau formasi formamsi lain yang memungkinkan partai partai yang akan berlaga di Pemilu Legislatif 2019 serta Pilpres 2019 benar-benar menjadikan duet maut pasangannnya, dan ini akan lebih menarik jika momentum pemilu serentak tersebut benar benar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pendidikan politik rakyat.
Selain itu Semua kemungkinan formasi pasangan Capres-Cawapres 2019 akan terjadi secara alamiah. Dengan banyaknya formasi pasangan sesungguhnya sangat menguntungkan bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Paling tidak, demokrasi akan Nampak lebih semarak dan edukatif bagi rakyat. (M. Harun).